Jumat, 04 Mei 2012

islam in laos


KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Segala puja dan puji bagi Allah SWT, zat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan mahasiswa dalam bidang sejarah Islam, kami menyusun makalah ini berdasarkan fakta yang kami dapat berbagai sumber-sumber dan literature-literatur yang dijamin kebenarannya. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Didalam makalah ini membicarakan tentang sejarah Laos, Negara Laos, keadaan politik di Laos, keadaan Islam di Laos baik dari segi awal masuk Islam ke Laos, mata pencaharian dan etnik muslim yang ada di Laos. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan khazanah keilmuan kita.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami nharapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Demikian pentingnya mata kuliah sejarah peradaban islam ini, maka perlu diadakan makalah yang mampu merangsang kreativitas para mahasiswa. Semoga kehadiran makalah ini dapat memberi mamfaat bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar.


Tembilahan, 22 Desember 2011

Penulis
FITRA SARI

PEMBAHASAN
Kondisi Umat Islam di Laos


A.      Sejarah Laos
Suku bangsa Laos merupakan cabang dari suku bangsa Thai yang berimigrasi ke Laos dari Cina selatan sesudah abad ke-8 M. Pada abad ke-12 dan 13 dibentuklah pusat pemerintahan di Muong Swa (selanjutnya bernama Luang Prabang, sekarang menjadi Louangphrabang).[1]
Laos pada awalnya didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini di abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara dan beberapa kali kudeta. Pada 1975 kaum komunis Pathet Lao yang didukung Uni Soviet dan komunis Vietnam menendang pemerintahan Raja Savang Vatthana dukungan Amerika Serikat dan Perancis. Setelah mengambil alih negara ini, mereka mengganti namanya menjadi Republik Demokratik Rakyat Laos yang masih berdiri hingga saat ini. Laos mempererat hubungannya dengan Vietnam dan mengendurkan larangan ekonominya pada akhir dekade 1980an dan dimasukkan ke dalam ASEAN pada 1997.[2]

B.       Negara Laos
Laos merupakan salah satu dari tiga wilayah yang disebut Indo-China, disamping Vietnam dan Kampuchea yang disamping berdekatan dari aspek geografis, juga mempunyai banyak pertalian sejarah dan kebudayaan. Sehingga pembicaraan satu wilayah Indo-China, biasanya sekaligus membicarakan ketiganya.
Nama Resmi negara Laos adalah Sathalanalat Paxathipatai Paxaxon Lao (bahasa Lao) dalam Bahasa Prancis Republique Democratique Populaire Lao.  Bentuk negaranya adalah Republik Demokratik dengan Kepala Negara adalah Presiden. Laos mempunyai luas wilayah 236.800 km2 (sekitar dua pertiga Pulau Sumatra) dengan penduduk tahun 1993 sebanyak 4,6 juta jiwa. Bahasa resmi adalah Lao, Prancis, Inggris. Beribukota di Vientiane. Lagu kebangsaannya Pheng Sat.[3] Pendapatan perkapita adalah 28 US dolar pertahun. Etnik yang mendiami Laos adalah etnik Laos, Khmer, Vietnam, Campa dan Cina. Agamanya adalah Budha, Konghucu, Kristen dan Islam.[4]
Secara geografisnya Laos terletak di bagian utara semenanjung Indonesia, berbatasan dengan RRC (utara), Vietnam (timur), Kamboja (selatan), serta Thailand dan Myanmar (barat).[5]

C.      Keadaan Politik Laos
Setelah Perang Vietnam, pecah keadaan Laos menjadi tidak tentram. Sejak tahun 1959, pasukan komunis benyak beroperasi di daerah provinsi yang berbatasan dengan Vietnam Utara. Golongan komunis yang terkenal adalah Pathet Lao yang dipimpin oleh Pangeran Sauvana Vong. Golongan komunis bermusuhan dengan golongan-golongan lainnya yang dipimpin oleh Pangeran Boum Oum dan Jendral Pahouni Nousavan yang condong kepada Amerika Serikat. Golongan netral dipimpin oleh Pangerah Sauvana phouma dan Kapten Kong Lee yang memegang pemerintahan saat itu.
Sebuah konferensi internasional diselenggarakan di Jenewa tahun 1961-1962 dipimpin oleh Inggris dan Uni Soviet juga dihadiri oleh RRC. Konferensi itu memutuskan bahwa Laos diperintah oleh pemerintahan koalisi. Pemerintahan Koalisi ini terdiri dari aliran kiri, aliran kanan, dan aliran netral di bawah pimpinan Pangeran Souvana Phouma. Namun demikian tidak berlangsung lama. Pasukan Phatet Lao (aliran kiri) meninggalkan pemerintahan dan mengangkat senjata karena dibantu oleh RRC dan Vietnam utara. Pasukan Vietnam utara dikirim melalui daerah Laos yang disebut Ho Chi Minh Trail dengan mendapat perlindungan dari pasukan Pathet Lao.
Dalam pemilihan umum tahun 1967, golongan netrtal di bawah pimpinan Pangeran Sauvana Phouma kembali memperoleh kemenangan. Sementara itu, pergolakan di Laos tetap berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Pada tahun 1973, diadakan genjatan senjata. Setahun kemudian pemerintah koalisi dipulihkan dan tetap berada di bawah perdana Menteri Pangeran Suavana Phouma. Walaupun demikian, masih saja tetap terjadi pertempuran yang bersifat lokal antara pasukan beraliran kanan melawan pasukan  Pathet Lao yang dipimpin oleh Sauvana Vong (saudara tiri Sauvana Phouma). Dengan jatuhnya Kamboja dan Vietnam selatan ke tangan komunis, maka golongan Pathet Lao semakin bertambah besar pengaruhnya.
Pada tahun 1975 di Laos berdiri pemerintahan komunis sehingga hubungan dengan Vietnam dan pemerintahan Heng Samarin di Kamboja bertambah erat. Bahkan pemerintahan Laos lebih condong pada Uni Soviet.[6]

D.      Kondisi Islam di Laos
Laos dikenal sebagai salah satu Negara dengan sistem pemerintahan komunis yang tersisa di dunia dengan mayoritas penduduknya merupakan pemeluk Budha Theravada. Tak heran kalau Laos merupakan negara dengan penduduk Muslim paling sedikit di Asia Tenggara.

1.      Islam Masuk ke Laos
Agama Islam pertama kali masuk ke Laos melalui para pedagang Cina dari Yunnan. Para saudagar Cina ini bukan hanya membawa dagangannya ke Laos, namun juga ke negara tetangganya seperti Thailand dan Birma. Oleh masyarakat Laos dan Thailand, para pedagang asal Cina ini dikenal dengan nama Chin Haw.
Peninggalan kaum Chin Haw yang ada hingga hari ini adalah beberapa kelompok kecil komunitas Muslim yang tinggal di dataran tinggi dan perbukitan. Mereka menyuplai kebutuhan pokok masyarakat perkotaan. Di sini, mereka memiliki masjid besar kebanggaan. Letaknya di ruas jalan yang terletak di belakang pusat air mancur Nam Phui. Masjid ini dibangun dengan gaya neo-Moghul dengan ciri khas berupa menara gaya Oriental.
Masjid ini juga dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket. Mereka masuk Vientiane melalui Saigon yang masjidnya memiliki kemiripan dengan masjid mereka di Tamil.
Para jamaah Muslim India Selatan inilah yang mendominasi masjid di Vientiane. Meski demikian, masjid ini juga banyak dikunjungi jamaah Muslim dari berbagai negara. Jamaah tetap di masjid ini termasuk para diplomat dari negara Muslim di Vientiane, termasuk dari Malaysia, Indonesia, dan Palestina.
Laos merupakan salah satu negara yang kaya dengan keberagaman etnis. Setengah populasinya yang mencapai empat setengah juta orang berasal dari etnis Lao atau yang dikenal masyarakat lokalnya sebagai Lao Lum. Selain mendominasi dari segi jumlah penduduk, mereka juga mendominasi pemerintahan dan komunitas masyarakatnya.
Mereka yang berasal dari etnis ini memiliki kedekatan kekerabatan dengan penduduk kawasan timur laut Thailand. Mereka berasal dari dataran rendah Mekong yang hidup mendominasi di Vientiane dan Luang Prabang. Secara tradisional, mereka juga mendominasi pemerintahan dan masyarakat Laos.[7]

2.      Mata Pencaharian Umat Islam di Laos
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane merupakan pebisnis. Mereka berjaya di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal.
Beberapa restoran terletak di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road, dan dua atau tiga restoran halal lainnya berdiri di persimpangan jalan Phonxay dan Nong Bon Roads. Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa katering bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan Khu Vieng.
Kelompok ini merupakan orang-orang yang percaya diri, ramah dan giat bekerja, meski mereka berbicara bahasa Inggris tidak sebanyak mereka yang berasal dari Asia Selatan. Setiap pertanyaan dalam bahasa Inggris yang tidak dimengerti akan mereka jawab dengan kalimat bo hu, atau "saya tidak mengerti" dalam bahasa Laos.
Selain bekerja di industri tekstil, banyak Muslim Laos yang bekerja sebagai penjual daging. Ini mengingat kebutuhan makanan yang sangat spesifik dari komunitas Muslim, yaitu penyembelihan secara Islam. Untuk membedakan kios daging mereka dari kios daging lain yang menjual daging babi, para penjual yang beragam Islam memasang lambang bulan sabit atau tanda dalam bahasa Arab.
Tanda ini menunjukkan, selain pemiliknya Muslim, mereka juga menyediakan hanya daging halal. Maklum saja, sebagai minoritas, sangat sulit bagi mereka untuk menemukan makanan yang dijamin kehalalannya. Daging yang biasa dipasarkan adalah daging babi.
Selain di Vientiane, ada lagi komunitas Muslim lainnya di Laos. Namun mereka berjumlah lebih sedikit dan memutuskan tinggal di kota kecil di luar Vientiane. Sebagian orang menyatakan ada sebuah masjid kecil di Sayaburi, di tepi barat Mekong tidak jauh dari Nan. Sayaburi dulu pernah dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi orang asing.

3.      Etnik Muslim di Laos
Kebanyakan masyarakat muslim di Laos terdiri dari para pedagang keturunan Arab, Asia Selatan, Melayu dan Kamboja. Ketika krisis politik di Kamboja berkecamuk, banyak pengungsi muslim Camp yang menyebrang ke Laos dan menetap di sana. Juga muslim Huihui (Cina muslim) banyak terdapat di Laos. Diperkirakan jumlah masyarakat muslim di Laos mencapai 40.000 jiwa.[8]
Khusus untuk Muslim Kamboja, mereka dalah para pengungsi dari rezim Khmer berkuasa. Mereka melarikan diri ke Negara tetangga mereka, Laos, setelah pemimpin rezim Pol Pot menyerukan gerakan pembersihan masal etnis Kamboja Cham Muslim dari tanah Kamboja.
Sebagai pengungsi, kehidupan mereka terbilang miskin. Selain itu mereka mengalami trauma akibat pengalaman hidup di bawah tekanan Khmer sejak 1975. Semua masjid di Kamboja dihancurkan. Mreka juga dilarang untuk beribadah atau berbicara dalam bahasa Kamboja dan banyak di antara mereka dipaksa untuk memelihara babi.
Sejarah pahit mengiringi kepergian Muslim Kamboja ke Laos. Mata imam masjid Kamboja di Vientiane, Musa Abu Bakar, berlinang air mata ketika menceritakan kematian seluruh anggota keluarganya dari kelaparan. Mereka dipaksa makan rumput, sementara satu-satunya daging yang mereka dapatkan dari tentara Khmer hanyalah daging babi, yang diharamkan oleh Islam.
Beberapa orang Kamboja, seperti mereka yang di Vientiane, kemudian melarikan diri dari kampung halamannya. Sementara sisanya berhasil bertahan dengan cara menyembunyikan identitas etnis mereka dan juga keislamannya. Dari suluruh populasi Muslim Kamboja, diperkirakan tujuh puluh persennya tewas akibat kelaparan dan pembantaian.
Kini di Laos diperkirakan ada sekitar 200 orang Muslim Kamboja. Mereka memiliki masjid sendiri yang bernama Masjid Azhar atau yang oleh masyarakat lokal dikenal dengan nama Masjid Kamboja. Masjid ini berlokasi di sebuah sudut di distrik Chantaburi, Vientiane.
Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut mahzab Syafii, berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane yang menganut mazhab Hanafi.[9]










KESIMPULAN



Laos adalah sebuah negara yang memiliki luas sepertiga dari Pulau Sumatra, beribukota di Vientine. Jumlah penduduknya pada tahun 1988 berjumlah 3.800.000. sekitar 90% penduduk Laos beragama Budha Therevada.
Etnik minoritas di Laos Arab, Asia Selatan, Melayu dan Kamboja. Di Laos terdapat Masjid yang dilengkapi pengeras suara untuk adzan. Ornamen lain adalah tulisan-tulisan di dalam masjid ini ditulis dalam lima bahasa, yaitu Arab, Tamil, Lao, Urdu, dan Inggris. Selain kelompok Muslim Chin Haw, ada lagi kehadiran kelompok Muslim lainnya di Laos yaitu komunitas Tamil dari selatan India. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan sebagai Chulia di Malaysia dan Phuket.
Laos adalah negara yang mana jumlah masyarakat muslimnya yang paling kecil di Asia Tenggara. Walaupun demikian mereka tetap teguh memegang agama Islam.



DAFTAR PUSTAKA



Abdullah, Taufiq, dkk. 2002. Ensiklopedi Temates Dunia Islam Dinamika Masa Kini. Jakarta: PT. Ikhtisan Baru Ven Hoeve.

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah. Jakarta: Erlangga.

Boedhi Sampoeno, S. 2004. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Delta Pamungkas.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Laos. 25 desember 2010. 12:15 wib.


Saifullah. 2008. Sejarah dan Tamadun Islam di Asia Tenggara. Jakarta: PT. Tintamas Indoensia.

Wahyudi. ________.  Geografi. Surakarta: PT. Pabelan.






[1]S. Boedhi Sampoeno, Ensiklopedi Nasional Indonesia 9, (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004), hlm. 307.
[2]http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Laos. 25 desember 2010. 12:15 wib.
[3]Op.cit. hlm. 308.
[4]Saifullah, Sejarah dan Tamadun Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: PT. Tintamas  Indoensia, 2008),  hlm. 226-227.
[5]Wahyudi, Geografi (Surakarta: PT. Pabelan, ______), hlm. 21.
[6]I Wayan Badrika, Sejarah, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 212.
[7]http://alkayyiscenter.blogspot.com/2010/02/islam-di-laos.html, diakses 25 desember 2010,  jam 12:10 wib.
[8]Saifullah, Loc.cit. hlm. 233.

1 komentar: